Wednesday, May 26, 2010
doa.
Saturday, May 22, 2010
Bu Nana. :)
Saat itu awal daftar ulang semester ganjil. Saya masih tingkat 3 kuliah S1 di fisika. Masih ada tersisa 9 sks kuliah pilihan. Ahirnya saya ambil kuliah pilihan gravitasi & kosmologi II (singkatnya mah kosmo). Di site pendaftaran online, nama dosen pengajarnya Dr. Premana W. Premadi. Saya blm kenal, tapi saya sudah sering mendengar namanya.
Hari pertama kuliah. Saya masuk ke kelas sebelum 10 menit lebih awal. (Biasaa.. awal semester emang masih semangath. :P). Ada anggie astro, vanie, agus, fiki, maya, dll. Dosennya belum datang. Sekitar 15 menit setelah itu, masuk ke kelas seorang dosen wanita yg rambutnya pendek, tinggi dan langsing. Gayanya keren. :D Saya tidak bisa memperkirakan umurnya. Yg saya pikir waktu itu: "Whii.. Sepertinya galakh. Harus hati2 ga boleh telat. ":P
Trus saya nanya ke anggieastro: "Gie, dosen kosmo-nya diganti yah? Bukan sama Pak Premana?". "Heh? Parah lu ser, itu yg di depan teh dosennya, Bu Premana, qt biasa manggil beliau Bu Nana.." (kata anggieastro) :D
Kuliah terus berjalan.. Selama kuliah (ampe sekarang), belum pernah saya liat Bu Nana marah, apalagi membentak mahasiswa-nya (Hmm.. tidak seperti seseorang yg saya kenal, yg pernah membentak saya depan kelas karena telat. Halah.). Trus 1 hal lagi yg saya perhatikan ampe skrng, klo lg diskusi rame2 di kelas, Bu Nana ga pernah bilang "Salah itu, harusnya begini2..", walaupun sebenernya si mahasiswa itu salah.. Beliau bisa ngasitau dimana letak kesalahan2 si mahasiswa, tanpa membuat malu atau menyinggung si mahasiswa yg bersangkutan.
Ahirnya tiba ujian pertama, dan seminggu setelah itu, ujian dibagiin. Hwaaa! Deg2aan. :D Pas saya buka kertas ujian saya, ternyata saya dapet 60.. Yeah.. Kecewa sih, coz utk ukuran openbook, 60 itu termasuk kecil. Trus saya nyamain jawaban ma jawaban maya. Maya dapet 78 klo ga salah. Ternyata, pas saya liat kertas ujian maya, jawabannya ga beda jauh dari maya doong.. Pertanyaannya waktu itu disuruh memperkirakan umur alam semesta. Jawaban maya 14 gigayear. Jawaban saya juga segitu, walopun saya tidak tulis '14 gigayears', tapi saya nyatakan dlm konstanta Hubble H: '2/3H'. "Ah harusnya kan sama aja.. Kynya Bu Nana salah hitung ni..".
Trus (atas dorongan maya jg) ahirnya saya ke ruangan Bu Nana, mau nanya salahnya dimana (bukan mw protes yah. :D kesannya ky gw serakah amath protes2 nilai.. :D). "Bu, jawaban saya yg nomor ini kenapa ko nilainya segini? Harusnya jawaban yg benernya kaya gimana? Bukannya harusnya jawaban saya bener yah bu?" (halah.. malunyaaah! :D).
Jawaban Bu Nana? "Ya memang jawaban seramika benar, tidak ada yg salah. Tapi coba seandainya seramika ketemu seseorang di jalan, dan lalu ditanya umur alam semesta, lalu seramika jawab 'umur alam semesta 2/3H'. Sepertinya jawaban 'umur alam semesta 14 gigayears' lebih memberikan sense bwt org tersebut. Dari jawaban 2/3H, seseorang tidak bisa membayangkan seberapa tuanya alam semesta, tapi dengan menjawab 14 milyar tahun, seseorang bisa merasakan betapa lamanya 14 milyar tahun itu, dan betapa tuanya alam semesta ini. Sense2 seperti ini yang sebenarnya ingin saya tekankan dalam kuliah ini." :)
Saya kaget. Sangat2 tidak menyangka jawaban Bu Nana akan seperti itu. Selama ini, setiap ujian, saya selalu jawab dengan konstanta2 fisika, (bahkan kdng satuannya pun lupa. :D). Coz sepertinya (sepertinya loh yah..) di fisika itu, ada trend ~semakin banyak symbol, maka akan semakin precise-lah jawaban ujian lo~ :D Dan tidak ada dosen yg pernah mengurangi nilai ujian saya karena saya menyatakan jawaban akhir dengan konstanta saja. :D Hiks. Apa yg saya rasakan waktu itu? Terharu, kaget, kagum, malu, senang, puas. :) Tapi saya cuma diam saja sambil senyum. :)
Bu Nana bilang lagi: "tapi klo seramika masih ada yg mengganjal n kurang iklas, saya tidak keberatan untuk menambah nilainya.." :) Hiks. Ya ampuun.. Baiknyaa.. "Ha? Iklas ko saya bu.. Makasih banyak bu!". Sepertinya waktu itu mata saya berkaca2. :) Setelah itu saya berlari pulang ke jurusan dengan riang. :D
Ahir semester, kuliah kosmo selesai. Setelah itu, saya ambil lg beberapa kuliah Bu Nana, filsafat sains n kosmologi S2. Akhirnya saya ngerti kenapa anak2 astronomi selalu menyebut dosen2 mereka dengan panggilan orang ketiga 'beliau', tidak dengan 'dia'. Tidak seperti kebiasaan qt di fisika. Mereka sangat menghormati dosen2 astronomi. Hal ini tidak saya amati di fisika (ada juga sih yg dipanggil beliau, tapi cuma sekian persennya, ga menyeluruh ky di astro).
Setelah beberapa kali mengambil kuliah di astro, saya bisa menarik perbedaan mendasar dari sifat2 dosen astro dan dosen fisika. (tanpa bermaksud menggeneralisir) Menurut saya, dosen2 fisika, cenderung arogan. Jarang sekali ada dosen yg mau bercerita panjang lebar seperti di astro. Mereka biasanya masuk kelas, berbicara cepat dan datar, menulis symbol2 di papan tulis, setelah itu nyuruh ngerjain soal (n khusus bwt seorang dosen fisika, hobinya itu membentak. :D). Rasa senioritasnya kerasa bgt di fisika.
Dosen2 di astro ramah, bicara dengan irama dan penuh penekanan pada tiap kalimatnya, menganggap mahasiswa itu orang2 yg sedang belajar seperti dirinya, tidak meremehkan mahasiswanya, n satu hal yg selalu saya lihat pada seorang dosen astro: tidak arogan. Mereka tidak jaim n terang2an menunjukkan kekaguman mereka terhadap alam. Mereka lebih manusiawi..
Sepertinya, dosen astro, karena lebih banyak berurusan dengan benda2 berukuran yang sangat2 besar dan waktu yg sangat2 panjang, menjadi lebih sadar bahwa manusia itu hanya setitik kecil di alam semesta ini. Makanya mereka tidak bisa merasa arogan. :) Sedangkan, dosen fisika (terutama fisika partikel, nuklir, dan material), karena berurusan dengan benda2 mikro yg kecil-kecil-sekali, jadi merasa besar. :D Hhahaa.. :D
Yaa.. cukup sekian. Dah kepanjangan. :P Semoga Bu Nana selalu sehat n bahagia. Saya belajar banyak dari beliau. Semoga klo saya jadi dosen fisika nanti (aamiiiiiiiin!), saya selalu diingatkan untuk tidak arogan. Seperti Bu Nana. :)
dadudadudadu..
Thursday, May 13, 2010
semua terjadi karena suatu alasan..
Semua dimulai dari impianku. Aku ingin menjadi Astronot. Aku ingin terbang ke luar angkasa. Tetapi aku tidak memiliki sesuatu yang tepat. Aku tidak memiliki gelar. Dan aku bukan seorang Pilot..
Namun, sesuatu pun terjadilah.
Gedung Putih mengumumkan mencari warga biasa untuk ikut dalam penerbangan 51-L pesawat ulang-alik Challenger. Dan warga itu adalah seorang guru.
Aku warga biasa, dan aku seorang guru. Hari itu juga aku mengirimkan surat lamaran ke Washington . Tiap hari aku berlari ke kotak pos.
Akhirnya datanglah amplop resmi berlogo NASA. Doaku terkabul.
Aku lolos penyisihan pertama!
Ini benar-benar terjadi padaku.
Selama beberapa minggu berikut, perwujudan impianku semakin dekat saat NASA mengadakan test fisik dan mental.
Begitu test selesai , aku menunggu dan berdoa lagi. Aku tahu aku semakin dekat pada impianku. Beberapa waktu kemudian, aku menerima panggilan untuk mengikuti program latihan astronot khusus di Kennedy Space Center .
Dari 43.000 pelamar, kemudian 10.000 orang, dan kini aku menjadi bagian dari
100 orang yang berkumpul untuk penilaian akhir.
Ada simulator, uji klaustrofobi, latihan ketangkasan, percobaan mabuk udara. Siapakah di antara kami yang bisa melewati ujian akhir ini ? ...
"Tuhan, biarkanlah diriku yang terpilih..", begitu aku berdoa.
Lalu tibalah berita yang menghancurkan itu. NASA memilih **Christa McAufliffe** .
Aku kalah. Impian hidupku hancur. Aku mengalami depresi.
Rasa percaya diriku lenyap, dan amarah menggantikan kebahagiaanku. Aku mempertanyakan semuanya.
"Kenapa Tuhan? Kenapa bukan aku?! Bagian diriku yang mana yang kurang? Mengapa aku diperlakukan kejam?"
Aku berpaling pada ayahku. Katanya: "Semua terjadi karena suatu alasan."
Selasa, 28 Januari 1986, aku berkumpul bersama teman-teman untuk melihat
peluncuran Challenger.
Saat pesawat itu melewati menara landasan pacu, aku menantang impianku untuk
terakhir kali. "Tuhan, sebenarnya aku bersedia melakukan apa saja agar berada di dalam pesawat itu. Kenapa bukan aku..?"
Tujuh puluh tiga detik kemudian, Tuhan menjawab semua pertanyaanku dan menghapus semua keraguanku saat Challenger meledak, dan menewaskan semua penumpang.
Aku teringat kata-kata ayahku,"Semua terjadi karena suatu alasan."
Aku tidak terpilih dalam penerbangan itu, walaupun aku sangat menginginkannya karena Tuhan memiliki alasan lain untuk kehadiranku di bumi ini.Aku memiliki misi lain dalam hidup. Aku tidak kalah; aku seorang pemenang. Aku menang karena aku telah kalah.
Aku, **Frank Slazak**, masih hidup untuk bersyukur pada Tuhan karena tidak semua doaku dikabulkan.
Ternyata, Tuhan mengabulkan doa kita dengan 3 cara :
1. Apabila Tuhan mengatakan YA; maka kita akan mendapatkan apa yang kita minta.
2. Apabila Tuhan mengatakan TIDAK; maka kita akan mendapatkan yg lebih baik,
3. Apabila Tuhan mengatakan TUNGGU; maka kita akan mendapatkan yg terbaik
sesuai dgn kehendak- Nya,
Wednesday, May 12, 2010
teori dasar. (2)
teori dasar. (1)
Hah sudah2.. Mulai coba bikin isi tesis. Tgl 21 nilai dah harus masuk. Gawat. Gw rada pesimis apa bisa sidang 1 sebelum tgl 21. Hiks..
Where do we start? Firstly, it will be good if we start with explaining covariant and contra-variant vectors..
To construct a real scalar function from several vectors, these vectors must be operated (dioperasikan?) by a tensor. One ways for operating a vector with tensor is to multiplied each vector components with its covariant. Contravariant vector (usually simply called 'vectors') is a type of vector which transform exactly the same with a coordinate transformation. Suppose a coordinate transformation from O to O' below:
A second order covariant tensor (with 16 components) transform as:
(persamaan).
An inner-product of 2 vector is defined as a product of its covariant and contravariant:
As an example, in Minkowski spacetime, its metric will have a form of:
haaaah.. istirahat duluu.. :D
Sunday, May 9, 2010
practicing english. :P
Wednesday, May 5, 2010
distribusi jungian?
Jadi keikut mikir jg, apa bener yah tipe2 manusia bisa digeneralisir kaya gitu? :D Klo dipikir2 sekarang mah mungkin bisa.. Analogi-nya mungkin kaya mekanika statistik aja. :P Klo untuk kumpulan segelintir orang, mungkin distribusi tipe mana yg paling sering n jarang ga gitu akurat, tapi klo untuk 10 milyar jiwa penduduk bumi, kemungkinan besar, distribusi Jungian bisa berlaku. Iyah mungkin bakal ada penyimpangan2, tapi penyimpangan2nya kecil, n tidak signifikan terhadap total keseluruhan kasusnya.
Hmm.. tapi klo kembali diperkecil lingkupnya, jadi ke 1 individu ajah. Kynya qt bakal liat betapa kompleksnya manusia itu. Manusia per-individu tidak se-simple yg dideterminasi teori Jung. Mungkin seumur hidup seorang psikolog ga kan pernah bisa bener2 mengerti 1 org klien-nya. 1 orang saja.
Trus.. Jgn lupa jg.. Manusia itu bukan partikel. :D Ga bisa dianalogiin pake mekanika statistik harusnya. :D Tapi, mungkin ga yah berlaku sebaliknya? Skrng dibalik, sistem partikel yg lingkupnya qt perkecil terus, ampe ke partikel individu. Benar2 berlakukah hukum mekanika? Atau jgn2 sama ky manusia, ternyata partikel individu itu sangat-sangat kompleks, dan (sama seperti psikolog yg mencoba mengerti kliennya) , seorang scientist tidak akan pernah benar2 mengerti 1 partikel saja?
Hahaaa.. ngomong apa sih gw.. :D